Kopi Liberika Meranti |
Kopi Liberika dari Kepulauan Meranti mulai 'naik daun'. Terutama setelah mendapatkan penghargaan sebagai hasil pertanian terbaik dari dari Dirjen Kekayaan Intelektual Nasional, Juli 2016 lalu. Padahal, sudah lebih dari tiga dekade kopi liberika menjadi salah satu komoditas unggulan di kawasan pesisir tersebut.
Selama 37 tahun petani kopi di sana tak mengetahui jenis kopi yang mereka tanam. Sampai akhirnya, tahun 2010 Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) Bogor datang dan melakukan penelitian.
Hasil penelitian mereka menyebut jenis kopi di Meranti adalah Liberika. Jenis kopi ini berasal dari negara Liberia di Afrika Barat dan merupakan jenis kopi terbaik. Bahkan, lebih baik dari kopi jenis robusta dan arabika.
Salah seorang petani kopi di Kepulauan Meranti Nyoto (53) menceritakan, kopi liberika mulai dibudidayakan di daerahnya pada tahun 1979. Kopi ini dibawa masuk oleh tiga orang tetua di sana yang baru pulang dari Malaysia, masing-masing bernama H Yasin, H Yusuf, dan Kadir.
‘’Ketiga orang tua inilah yang menurut cerita membawa kopi liberika ke tempat kita. Ternyata yang mereka bawa jenis kopi terbaik,’’ cerita bapak 3 anak, warga Desa Minasempian, Kecamatan Rangsang Pesisir ini.
Di Kepuluan Meranti, kebanyakan kopi liberika tumbuh di Desa Bina Sempian, Rangsang Pesisir dan Desa Kedabu Rapat, Rangsang Barat. Di daerah ini luas lahan komoditas kopi mencapai 1000 hektar lebih. Kopi yang dihasilkan pun tidak tanggung-tanggung, yakni sekitar 5-10 ton perbulan.
‘’Ada ratusan kepala keluarga di Bina Sempian yang saat ini bergantung pada kopi. Rata-rata mereka punya lebih dari 1 hektar,’’ ujarnya.
Menurut Nyoto, biasanya kopi-kopi yang dihasilkan petani dijual kepada penampung dalam bentuk green been. Para penampung ini kemudian membawa kopi hingga ke Sungai Guntung, Indragiri Hilir. ‘’Mungkin saja dijual sampai ke Malaysia,’’ imbuhnya.
Biji kopi pilihan yang sudah di roasting biasanya dijual Rp 120-150 ribu perkilogram. Sementara, yang biasa dijual Rp 60-65 ribu per kilogram.
Nyoto sendiri merupakan generasi kedua dari keluarganya yang melanjutkan sebagai petani kopi. Pada tahun 1967 orang tuanya merantau dari Madiun, Jawa Timur menuju pulau Sumatera. Selang 13 tahun kemudian orang tuanya pun menanam kopi di sana dan diteruskan oleh Nyoto hingga sekarang. ‘’Sekarang ada 3 hektar lahan kopi yang saya kelola,’’ ucapnya.
Dibalik ’harumnya’ komoditas kopi liberika Meranti, berbagai persoalan mengancam keberadaan kopi Meranti. Salah satunya musibah banjir yang selalu hadir tiap tahun.
Curah hujan tinggi yang datang antara bulan September sampai Desember menyebabkan air menggenangi kebun kopi masyarakat. Maka, dibutuhkan kanal untuk mengatasi persoalan ini.
‘’Kalau banjir datang, air akan menggenang berhari-hari di lahan masyarakat. Maka, perlu pembangunan tali air atau kanal untuk mengalirkan air agar tidak terus menggenang. Kita minta peran pemerintah,’’ jelas Nyoto.
Banjir yang datang tiap tahun dan mengancam kebun kopi warga, membuat kebanyakan petani mulai beralih ke karet, pinang dan kelapa.
Menurut Nyoto, pembuatan kanal sangat penting dilakukan, agar kopi liberika Meranti terus dirawat dan tidak tinggal nama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar