Kamis, 03 Maret 2016

Dari Bali ke Pekanbaru, Merajut Asa di Tiga Naga Football Academy

Roberto Rigyaldo Fautnine (16), anak seorang sopir taksi di Bali rela jauh-jauh ke Pekanbaru demi merajut asa menjadi pesepakbola sukses. Foto: Abdul Ronny / tripriau.com
Pekanbaru, tripriau.com – Menjadi pesepakbola sukses merupakan impian Roberto Rigyaldo Fautnine (16) sejak mengenal si kulit bundar. Demi impian itu pula, dia rela terbang jauh dari Bali – tempat tinggalnya – ke Pekanbaru untuk bergabung dengan Tiga Naga Football Academy.
Rigy, sapaannya, merupakan pemain muda yang berbakat. Dia mulai belajar menendang bola saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Selanjutnya, dia bergabung bersama akademi sepakbola yang ada di Bali. Memulai impiannya menjadi pesepakbola sukses dan bermain di tim luar negeri.
Orang tuanya, pasangan Alfridus Tefa dan Maria Sali, berasal dari Mamsena, Kefamenan, Nusa Tenggara Timur. Mereka kemudian merantau ke Bali pada tahun 1997.
Ayahnya, sehari-hari bekerja sebagai sopir taksi di kawasan Kuta, Bali. Sementara ibunya, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. 
Di Bali, bersama seorang adiknya lagi mereka menyewa sebuah kamar kost. Lahir sebagai anak dari keluarga yang kurang mampu inilah, melahirkan sebuah tekad kuat bagi Rigy untuk menjadi pesepakbola sukses.
Suatu hari, pelatihnya di akademi sepakbola di kampungnya memberitahu ada proses seleksi masuk Tiga Naga Football Academy yang berbasis di Pekanbaru. Seleksinya digelar di Kota Malang, Jawa Timur.
Rigy pun memutuskan untuk mengikuti seleksi. Butuh perjuangan berat baginya untuk ikut seleksi ini. Dari tempat tinggalnya di Kuta, Bali dia mesti menempuh perjalanan jauh ke kota Malang.
Dari Bali dia mesti menumpang bus seorang diri. Sang ayah, membekalinya dengan uang Rp 500 ribu untuk biaya transportasi dan makan selama mengikuti seleksi. Berangkat malam dari Bali dia sampai pada pagi harinya di Malang.
‘’Kalau penginapan itu gak bayar. Karena di lapangan ada tempat nginap,’’ katanya saat diwawancarai tripriau.com, Selasa (1/3) kemarin.
Saat proses seleksi pun, pemain yang berposisi sebagai centre back ini mesti menyisihkan 250 orang peserta, yang berasal dari Jawa dan Bali. Perjuangan yang tidak ringan bagi Rigy.
Namun, keberuntungan memayunginya. Berkat skill yang dimilikinya, Rigy terpilih dalam 11 pemain yang lolos ke Pekanbaru dan berhak menjalani pendidikan di akademi.  
‘’Gak nyangka juga bisa lolos. Persaingan ketat. Yang dinilai itu mulai dari passing, juggling, shooting, long pass,’’ kata pemain bertinggi badan 175,5 sentimeter ini.
Masih berusia belasan tahun, namun mesti meninggalkan keluarga dengan jarak ribuan kilometer menjadi pengorbanan tersendiri bagi Rigy dalam menggapai cita-citanya. Bahkan dia mengaku, belum pernah mendengar nama Pekanbaru sebelumnya.
Jelang berangkat ke Pekanbaru, dia dan orang tuanya sempat saling menangis. ‘’Orang tua cuma berpesan, yang baik di sana. Rajin dan tekun belajar,’’ kata pengagum mantan bek timnas Spanyol Carlos Puyol ini.
Tapi dia senang, karena beban kedua orang tuanya sudah berkurang. Sebab, di Tiga Naga Football Academy semua biaya mulai dari latihan, tempat tinggal, makan, hingga pendidikan ditanggung seluruhnya.
Kini, sudah lebih dari sebulan Rigy menuntut ilmu di Tiga Naga Football Academy. Dia mengaku betah di Pekanbaru.
Hari demi hari, dilaluinya dengan melakukan aktivitas rutin. Berlatih bola dan melanjutkan pendidikan di SMA Olahraga di Rumbai. Sesekali, bila libur latihan, dia dan teman-teman akademinya melakukan refreshing. Mulai dari berenang, jalan-jalan ke mall, hingga datang ke area Car Free Day tiap minggu pagi.
Misi Sosial Tiga Naga Football Academy
Mendidik anak-anak muda menjadi pesepakbola handal menjadi salah satu misi sosial yang tengah dijalankan Tiga Naga Football Academy yang berlokasi di Jalan Kutilang Sakti, Panam, Pekanbaru.
Akademi ini tidak menarik biaya apapun untuk bakat-bakat muda yang dilatih di sini. Semua ditanggung akademi. Mulai dari pendidikan, makan, nutrisi, hingga kesehatan.
‘’Kita gak tarik biaya. Dengan syarat per 6 bulan kita review performanya. Kalau gak bagus, gak kita lanjutkan. Dikembalikan ke orang tua,’’ jelas Ardiansyah, CEO Tiga Naga Football Academy.
Ardiansyah menyebut, kebanyakan talenta-talenta yang ada berasal dari ekonomi menengah ke bawah.
‘’Mana tau nih, mereka jadi pemain bola beneran. Dan dengan main bola inilah dia bisa merubah hidup keluarganya. Makanya kita free kan. Rata-rata mereka bagus. Tapi kadang tidak tersalurkan karena tidak ada infrastruktur memadai,’’ katanya lagi.
Makanya, tambah Ardiansyah, selain modal infrastruktur, pihaknya juga punya jaringan dengan beberapa klub di Asia dan Eropa.
‘’Kita nanti salurkan di sana. Kalau dia berhasil kontrak dengan klub, klub harus berhubungan dengan kita. Ada kompensasi dari apa yang anak sudah dapatkan. Dalam aturan FIFA itu sudah ada,’’ jelasnya kepada tripriau.com
Penulis: Rio Sunera

Tidak ada komentar:

Posting Komentar