Pengrajin Kampung Terompet tengah mengerjakan terompet untuk menyambut tahun baru (Foto: Amelia Aidilla / tripriau.com) |
Pak Sadi merupakan orang pertama yang mengenalkan terompet di Pekanbaru. Saat itu tahun 1985, awal ia menginjakkan kakinya di Kota Bertuah, setelah memutuskan merantau dari kampung halamannya di Wonogiri. Menjelang momen pergantian tahun, ia membuat sebanyak 200 terompet. Alih-alih laku terjual, ia justru ditertawakan banyak orang. “Kalau mau buat terompet, ramenya di Jakarta, Pak,’’ ujarnya menirukan perkataan orang-orang ketika itu.
Pada saat itu, tradisi merayakan pergantian tahun dengan meniup terompet memang belum dikenal di Pekanbaru. Wajar saja, banyak orang yang menertawakannya ketika memutuskan untuk menjual terompet. “Tapi, ya saya terus aja. Tiap tahun saya tetap buat terompet. Lama-lama masyarakat Pekanbaru terbiasa dengan terompet saat merayakan pergantian tahun,’’ ujarnya bersemangat.
Saat ini, setiap tahunnya puluhan ribu terompet diproduksi oleh Pak Sadi. Biasanya ludes terjual. Pada pergantian tahun kemarin, Pak Sadi berhasil memproduksi sebanyak 10 ribu terompet. Untuk mencapai target itu, bapak tiga anak ini dibantu seorang anakknya, Daryanto (26). Membutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk merampungkan seluruh pengerjaannya.
Dari puluhan ribu terompet yang ia produksi setiap tahunnya, biasanya pria ramah ini bisa mengantongi penghasilan yang cukup lumayan. Dengan modal Rp 10 juta, Pak Sadi bisa meraup penghasilan kotor sebesar Rp 30 juta. “Yah, lumayan, kan masih dipotong biaya sana-sini,’’ ungkapnya sambil tersenyum.
Pak Sadi merupakan salah satu dari sekian banyak pembuat terompet yang berdomisili di Jalan Rose, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru. Ada sekitar 14 rumah yang penghuninya memiliki profesi yang sama dengan Pak Sadi. Semuanya juga berasal dari daerah yang sama, yakni Wonogiri, Jawa Tengah. Daerah ini lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan ‘’Kampung Terompet’’, karena sebagian besarnya memang bekerja sebagai pembuat terompet. Sebagian besar dari mereka juga memiliki hubungan keluarga dengan Pak Sadi. “Awalnya, ya, karena melihat saya cukup sukses di sini, trus akhirnya ikut merantau juga di mari’’ katanya dengan logat jawa yang kental.
Dari 14 rumah ini, 245.000 terompet dihasilkan setiap tahunnya. Terompet-terompet ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan di Kota Pekanbaru, tapi juga dibeberapa kabupaten yang ada di Riau, bahkan hingga Medan dan Batam.
Berbagai bentuk terompet untuk perayaan malam tahun baru dihasilkan dari tempat ini. Ada bentuk hati, harimau, kupu-kupu, sepeda motor, burung, gitar, po, naga, dan lain sebagainya. Dengan harga antara Rp. 2500-Rp. 6000.
Dari berbagai bentuk terompet, terompet dengan motif naga paling banyak digemari oleh masyarakat. “Yang bentuk naga paling laku. Mungkin karena bentuknya unik,’’ katanya lagi. Sementara untuk bahan baku pembuatan, Pak Sadi mengatakan, didapatkan dari Wonogiri. “Semua bahan-bahan bikin terompet ini, ya, dari Wonogiri. Karena di sana lebih murah,’’ tuturnya.